Siang hari bulan ramadhan di kampung halaman, setelah berjuang melawan macetnya mudik, saya rebahan di sebuah angkruk (tempat bersantai orang jawa kampung) bawah pohon belimbing depan rumah. Tetiba datang ayah, yang kini kupanggil kakek untuk mengajari anak-anakku, menghampiriku.
Beliau yang kini sudah jauh melemah fisiknya, sulit untuk berbicara secara jelas. Seringkali hanya menunjuk-nunjuk untuk memberitahukan keinginannya.
Entah karena apa, tetiba ia menarik pundakku sambil menunjuk burung Kacer di kandang. "Aa..apa..?", katanya tidak jelas dan terbata-bata.
"Itu burung Kacer kek", jawabku halus.
"Ooh ya ya..", ia mengangguk puas sambil tersenyum simpul.
Entah 5 atau 10 detik kemudian, ia bertanya untuk kedua kalinya.
"Aa..apa..?", katanya tidak jelas dan terbata-bata, sambil menunjuk burung Kacer di kandang.
"Itu burung Kacer kek", jawabku kedua kalinya agak aneh.
"Ooh ya ya..", ia masih mengangguk puas sambil tersenyum simpul.
Beberapa detik kemudian, untuk ketiga kalinya, ayah coba melakukan hal yang sama. Dan kali ini saya mulai jengkel.
"Aa..apa..?", katanya tidak jelas dan terbata-bata, sambil menunjuk burung Kacer di kandang.
"Itu burung Kacer yah !!", jawabku ketus.
"Ayah koq nanya terus sampe 3 kali sih? Aku mau istirahat bentar saja jadi keganggu."
"Ooh ya ya..", kali ini ia pun tetap mengangguk puas sambil tersenyum simpul. Lalu beliau menunduk seperti minta maaf dan berlalu.
Beberapa saat kemudian, ayah datang lagi sambil membawa sebuah foto diriku bersamanya kala masih berusia 2,5 tahun. Saat senang-senangnya tanya apa aja yang dilihat. Ia membalik foto tersebut dan kubaca sebuah tulisan "
"Anak laki-lakiku yang baru 2,5 tahun ini, bertanya kepadaku, "yah, itu apa?"
Kujawab, "itu burung nak". Nampak belum puas, ia bertanya lagi, "yah, itu apa?" Kujawab lagi, "itu burung nak". Dan untuk ketiga kalinya ia kembali bertanya, "yah, itu apa yah?" Kali ini agak keras suaranya. Kujawab sambil kupeluk dan kucium pipinya, "itu burung, anak ayah yg sholih." Lucunya ia. Menggemaskan sekali kalo sedang tanya ini itu.
Setelah membacanya, tak terasa air mataku menetes deras. Introspeksi diri. Beginikah perlakuanku pada ayah yang begitu menyayangiku? Padahal hanya beberapa hari saja ketemu. Itupun setahun sekali di hari raya.
------------------------
Selamat mudik ke kampung halaman.
Semoga selamat di jalan dan bisa bertemu dengan ayah ibu di rumah. Jangan lupa cium tangan mereka dan peluk rindu.
Jika beliau sudah tiada, kunjungi makamnya dan kirimkan doa. Dan sambung silaturahmi ke kawan2nya.
*Fikri Ali*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar