Jumat, 25 Desember 2015

Hukum asuransi dalam pandangan Islam.

 Apa kira-kira, sob? Simak di halaman ini.

Sobat Nida, mungkin saat ini banyak orang yang hidup dalam kekhawatiran. Khawatir rumah kebakaran, mobil tergores, masa depan pendidikan anak-anak, dan lain-lain. Karena kekhawatiran yang biasanya membutuhkan biaya besar, muncul ide untuk menggunakan asuransi. Asuransi jadi back up plan kalau terjadi sesuatu yang tidak disangka dan tidak diharapkan terjadi di masa yang akan datang. Mulai dari asuransi konvensional yang sudah lebih dulu ngetren, sekarang pun muncul banyak asuransi syariah. Nah, sebenarnya bagaimana Islam memandang hal tersebut? Berikut ini ulasan Nida.

Asuransi dalam bahasa arab disebut at ta'min adalah akad yang tergolong baru dan belum muncul pada masa awal perkembangan fiqih Islam. Sehingga hal ini menjadi sebab asuransi dalam Islam menjadi perbincangan di kalangan ulama dan terbagi menjadi 2 pendapat, ada yang menghalalkan dan ada yang mengharamkan.

Pendapat yang mengharamkan muncul karena beberapa alasan berikut,

1.Mengandung unsur gharar (unsur ketidak jelasan). Misalnya ketidakjelasan kapan nasabah menerima klaim karena tidak ada yang tahu kapan seseorang mendapat accident atau resiko.

2.Mengandung unsur qimar (judi). Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident sama sekali atau bisa pula terjadi sekali dan seterusnya.

3.Mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi'ah (riba karena penundaan) secara bersamaan.

4.Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan terlarang, ini ada dalam bentuk premi yang ditanam.

5.Asuransi mengandung kegiatan memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Pihak asuransi mengambil harta, namun tidak selalu memberikan timbal balik.

6.Asuransi mengandung pemaksaan tanpa ada sebab yang syar'i. Seakan-akan nasabah memaksa accident terjadi, lalu nasabah mengklaim pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi, padahal penyebab accident bukan dari mereka.

Di Arab Saudi sendiri terjadi banyak kecelakaan karena banyak yang sudah mengasuransikan kendaraannya. Kendaraan yang sudah diasuransikan menjadi salah satu sebab pemilik kendaraan santai saja saat berkendaraan dan bisa asal-asalan.

Dari kenyataan tersebut, muncul analisis hukum atau analisis sesuai syari'at Islam yang menyiratkan bahwa di dalam ajaran Islam termuat substansi perasuransian (asuransi syariah). Substansi yang dimaksud adalah prinsip tolong-menolong (Hadits riwayat Nukman bin Basyir ra., ia berkata: " Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam." (Shahih Muslim No.4685) dan prinsip perencanaan atau antisipasi terhadap musibah (QS. An Nisa':9). 

Hakikat asuransi syariah adalah saling bertanggungjawab, saling bekerja sama atau bantu-membantu, dan saling menanggung penderitaan satu sama lain. Dalam model asuransi syariah tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan bathil, karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu, keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan pada perekonomian umat.

Prinsip-prinsip tersebut yang melahirkan fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, yang menolak asuransi konvensional dan membolehkan asuransi syariah. Dalam penjelasannya, melarang perusahaan asuransi syariah untuk menginvestasikan dana peserta pada hal-hal yang diharamkan oleh syariat Islam.

Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam ada beberapa istilah, misalnya takaful (bahasa Arab), ta'min (bahasa Arab), dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah takaful. Istilah takaful ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva yang berdiri pada tahun 1983. 

Istilah takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20): 40 “… hal adullukum ‘ala man yakfuluhu…”. Yang artinya ”… bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya (menanggungnya)?…”

Apabila kita memasukkan asuransi takaful ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka takaful dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful berkaitan dengan unsur saling menanggung risiko di antara para peserta asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya. 

Wallahu a’lam.

Referensi: dari berbagai sumber

Foto ilustrasi: google

Bermanfaat artikel ini, silahkan berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar